Lukmanul Hakim
Apprentice 1.0
Sama-sama disebut reverse-proxy.
Alhamdulillah saya tidak salah menggunakan istilah itu selama ini
Nginx Proxy sering dipasangi Google PageSpeed Module ya om, yg salah satunya bisa optimasi gambar jadi *.webp
Sama-sama disebut reverse-proxy.
default nginx gak pakai pagespeed begitu juga dengan nginx proxy.Alhamdulillah saya tidak salah menggunakan istilah itu selama ini
Nginx Proxy sering dipasangi Google PageSpeed Module ya om, yg salah satunya bisa optimasi gambar jadi *.webp
Apache punya module ini (disediakan oleh google) sedangkan di nginx perlu dilakukan recompile binary agar module disertakan.Alhamdulillah saya tidak salah menggunakan istilah itu selama ini
Nginx Proxy sering dipasangi Google PageSpeed Module ya om, yg salah satunya bisa optimasi gambar jadi *.webp
default nginx gak pakai pagespeed begitu juga dengan nginx proxy.
Apache punya module ini (disediakan oleh google) sedangkan di nginx perlu dilakukan recompile binary agar module disertakan.
Nginx-proxy adalah nginx berada di front-end ('berhadapan' dengan pengakses) dan apache berada di backend (pengolah halaman).
Cloudflare sendiri mekanismenya seperti nginx-proxy tersebut dimana back-end adalah website si client tersebut (sebanding dengan apache pada nginx-proxy).
Config untuk pagespeed memang perlu di-optimasi.Saya pernah coba Nginx Proxy yang sudah pakai PageSpeed Module dari salah satu provider hosting di Indonesia, tapi sayang sekali optimasi di sektor lain tidak optimal, sehingga hasil benchmark pun malah lebih jelek daripada provider lain yang lebih mantap optimasi server side-nya.
Config untuk pagespeed memang perlu di-optimasi.
Agar image bisa di-optimasi oleh pagespeed, pada deklarasi image di halaman perlu dilengkapi dengan mencantumkan width dan atau height. Tanpa width dan atau height maka image tidak akan diproses oleh pagespeed. Bila tetap diproses maka hasilnya malah bisa ngaco.
Tidak semua file png/jpg/gif akan dubah menjadi webp oleh pagespeed.Begitu ya suhu, ngaconya gimana ?
Memang sih saya perhatikan ada yang berhasil berubah ke .webp ada yang gagal (masih png/jpg).
Saat ini plugins image optimizer macam shortpixel udh support .webp, tapi itu cuma untuk convert saja, untuk bisa berfungsi otomatis mesti didukung oleh web page caching plugins yang mendukung.
Iya om
https://developers.google.com/speed/pagespeed/module/
Saya pernah coba Nginx Proxy yang sudah pakai PageSpeed Module dari salah satu provider hosting di Indonesia, tapi sayang sekali optimasi di sektor lain tidak optimal, sehingga hasil benchmark pun malah lebih jelek daripada provider lain yang lebih mantap optimasi server side-nya.
yup betul kata pak @mustafaramadhanConfig untuk pagespeed memang perlu di-optimasi.
Agar image bisa di-optimasi oleh pagespeed, pada deklarasi image di halaman perlu dilengkapi dengan mencantumkan width dan atau height. Tanpa width dan atau height maka image tidak akan diproses oleh pagespeed. Bila tetap diproses maka hasilnya malah bisa ngaco.
Kalau saya, dibanding keluar uang untuk sewa litespeed, mending nginx-proxy (tentunya dengan optimasi).yup betul kata pak @mustafaramadhan
pagepeed perlu disetting konfignya. seting sekalian buat kompress semua gambar.
aktifin lazy load dll.
Untuk shared saya gak saranin, karena justru bikin server gak stabil.
jadi kesimpulan adalah bukan pada software, tapi pada peracik dan kebutuhan.
Semua ada plus minus, klo meningkatkan kecepatan dari sisi client itu banyak faktornya dan tergantung pada darimana kita fokus memperbaiki dari yang penting-penting dulu.
Kalau dari sisi hoster, yang terpenting itu adalah Cost.
Ada yang berpendapat dengan listespeed bisa hemat cost karena bisa nampung client lebih banyak.
ada juga yag bilang lebih efektif jika bisa invest ke hardware dan pakai nginx.
sekali lagi, webserver bukan satu-satunya penentu.
secara umum, webserver akan menjadi penentu ketika suatu website mendapatkan high trafik. Tapi sayangnya banyak juga kok webiste yang low trafik tapi high resource. Banyak juga meski gonta ganti webserver server tetep highload.
Setiap sysadmin punya kunci sukses masing-masing. Karena keunikan itu yang dijual.
Kebutuhan user pun macem - macem.
Ada yang seneng website bisa diakses paling cepat, paling ngebut, tapi harga mahal space kecil HDD lagi,
Tapi ada yang suka harga normal, akses biasa pakai ssd.
Ada yang suka harga murah, akses biasa yang penting gak lemot, tapi space besar bandwdth wahh.
JUJUR aja ya, karakteristik user di indonesia ini menurut saya masih sangat banyak yang baru tahap pemula. Alias Newbie.
Wajar karena industri internet di indonesia juga baru terasa sangat buming baru sekitar 1 dekade ini. Beda sama negara eropa atau usa.
Karakteristik pemula (newbie) ini yang membuat agak susah buat hoster keluar dari mainstream.
jadi mau gak mau, kalau mau dapat client banyak ya Cpanel, kalau mau tambah bonafit ya pake litespeed.
Itu yang membuat sebagai hoster dilema.
kalau dikatakan seberapa besar kebutuhan litespeed, khsusnya di Indonesia? ya cukup besar.
Buat saya, yang membuat litepseed hebat seperti sekarang ini bukan karena fiturnya, tapi karena Marketingnya litespeed yang hebat
Ini kaya kita debat mobil Jepang sama eropa bagus mana kalau untuk orang Indonesia.
Kalau orang indonesia sering sebut jepang lebih bagus, karena gampang modif, sparepart murah, bengkel banyak...
Apa berarti mobil eropa jelek? tidak menurut saya. hanya karena sparepart dan bengkel mobil eropa susah bukan berarti mesin dan kualitasnya lebih jelek.
litespeed itu support htaccess dan ini yang banyak dibutuhkan oleh sebagian besar client. Sedangkan pake nginx harus jadiin proxy dahulu. sehingga kembali lagi, itu akan ada plus minus nya.
Kalau sudah sangat puas dengan litepseed, mungkin teman harus coba pure nginx dan microcache nya, ditambah HHVM.
wekk. kita sealiran pakKalau saya, dibanding keluar uang untuk sewa litespeed, mending nginx-proxy (tentunya dengan optimasi).